Musim kemarau atau musim kering adalah musim di daerah tropis yang dipengaruhi oleh sistem muson. Untuk dapat disebut musim kemarau ada beberapa ciri yang dapat kita kenali yaitu Curah hujan di bawah 60 mm setiap bulan, Matahari cenderung terik dan tidak ditutupi oleh awan, Tanah mulai kering dan retak, Suhu udara cenderung panas dan kelembaban tinggi, Sumber air seperti sungai, rawa, air tanah dan lainnya surut hingga mengering
Menurut buku Ilmu dan Teknologi: Kemarau Indonesia antara Gejala dan Penanganannya, Pusat Data dan Analisa Tempo, 2019, musim kemarau di Indonesia muncul karena adanya udara kering yang bergerak dari benua Australia, kemudian melewati Indonesia menuju benua Asia lewat angin muson timur. Angin muson timur sendiri umumnya berhembus pada bulan April sampai dengan Oktober.
Maka bisa dipastikan bahwa musim kemarau di Indonesia akan berlangsung antara bulan April sampai dengan Oktober. Seperti yang sudah disebutkan di atas, masing-masing musim akan berlangsung selama enam bulan. Jika ternyata ada faktor lain yang mempengaruhi pergeseran berhembusnya angin muson timur, seperti El Nino, maka selambat-lambatnya pada bulan mei, Indonesia akan memasuki musim kemarau.
Selain itu kondisi geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa menyebabkan terjadinya dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Ketika terjadi musim kemarau, daerah sekitar khatulistiwa mulai kesulitan sumber air dan mengalami kekeringan.
Tak hanya fenomena alam, aktivitas manusia seperti eksploitasi air tanah dan polusi udara juga dapat memperparah musim kemarau. Rusaknya lingkungan dapat meningkatkan pemanasaran global dan memicu musim kemarau ekstrem.
Prakiraan Musim Kemarau Tahun 2021 di Indonesia melalui BMKG pusat dimana pada 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah diprakirakan mengalami Awal Musim Kemarau 2021 pada kisaran bulan Mei dan Juni 2021 sebanyak 198 ZOM atau 57,9% dari 342 ZOM.
Jika dibandingkan terhadap rata-ratanya selama 30 tahun (1981- 2010), Awal musim kemarau pada tahun 2021 di sebagian besar daerah yaitu 197 ZOM (57,6%) diprakirakan mundur terhadap rata-ratanya, Sedangkan wilayah lainnya diprakirakan sama terhadap rata-ratanya 97 ZOM (28,4%) dan maju terhadap rata-ratanya sebanyak 48 ZOM (14,0%).
Sifat Hujan selama Musim Kemarau 2021 di sebagian besar daerah yakni sebanyak 182 ZOM (53,2%) diprakirakan Normal, sedangkan wilayah lainnya Atas Normal sebanyak 119 ZOM (34,8%) dan diprakirakan Bawah Normal sebanyak 41 ZOM (12,0%).
Puncak Musim Kemarau 2021 di sebagian besar wilayah Zona Musim (ZOM) diprakirakan terjadi pada bulan Agustus 2021 sebanyak 230 ZOM (67,3%).
Sedangkan Untuk kami di Wilayah Nusa Tenggara Timur menurut BMKG kupang tahun ini ada 17 kabupaten masuk kategori Awas dengan hari tanpa hujan lebih dari 61 hari, 13 kabupaten diantaranya berstatus Siaga dengan hari tanpa hujan lebih dari 31 hari. Tiga kabupaten berstatus Waspada dengan hari tanpa hujan lebih dari 21 hari. Meski demikian, kekeringan dengan status Awas dan Siaga tersebut tidak menyeluruh terjadi di kabupaten itu, tetapi hanya pada titik-titik tertentu.
Lalu bagaimana dengan kebijakan pemerintah melalui dinas terkait yang lebih mengandalkan sumur bor sebagai sumber air baku. Ada begitu banyak dana yang dikeluarkan untuk bantuan sumur bor air ke petani lewat kelompok tani dengan dan tanpa memikirkan biaya operasional di masa pandemi ini yang kemudian membuat permasalahan baru di tengah masyarakat, banyaknya penggunaan sumur bor ilegal, hemat saya Penggunaan sumur bor sebenarnya merupakan salah satu bentuk eksploitasi terhadap air tanah. Penggunaan sumur bor berpotensi mengurangi cadangan air tanah. Apalagi dengan kondisi curah hujan yang berkurang akhir-akhir ini sehingga berkurangnya air tanah lebih cepat dari pengisian kembali. Akibatnya akan menimbulkan kekeringan pada sumber-sumber air permukaan yang ada seperti mata air.
Berkurangnya daerah tangkapan air untuk merangsang dan memeilihara sumber mata air, menjadi hal yang harus diperhatikan pemerintah sesegara mungkin. Untuk perlu melestarikan titik-titik mata air yang ada di Indonesia dari pada memanfaatkan sumur bor. Diharapkan segera merapikan tata ruang, konservasi hutan dan mata air yang berkelanjutan, mendesain dan menyediakan sejumlah lokasi yang dijadikan sebagai lokasi tangkapan air, masyarakat di hulu dan hilir harus sama sama berkontribusi agar bisa memiliki sumber air baku bagi masa depan masyarakat Indonesia.
Oleh : Marianus Mayolis
Mahasiswa s2 Ilmu Lingkungan Undana-Kupang